NTB – Setelah hasil survei terbaru dari LSI Network yang dirilis untuk periode 29 Juni – 3 Juli 2024, menunjukkan keunggulan pasangan Dr. H Zulkieflimansyah SE MSc dan H Suhaili Fadhil Tohir SH dalam head-to-head melawan pasangan Dr. Lalu Muhammad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri, kini hasil survei dari Lembaga Olat Maras Institut (OMI) juga telah tersebar luas di media sosial.
Survei OMI Institut yang dilakukan pada Juli 2024 mengajukan pertanyaan kepada responden mengenai pilihan mereka jika pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2024-2029 dilaksanakan hari ini. Responden diminta memilih antara Zul-Suhaili, Iqbal-Dinda, atau memilih untuk belum bersikap.
Hasil survei ini mengejutkan, dengan pasangan Zul-Suhaili meraih elektabilitas sebesar 51,2 persen, sementara pasangan Iqbal-Dinda hanya memperoleh 22,1 persen. Sisa 26,7 persen responden belum memutuskan sikap mereka.
Meskipun pasangan Gita Sukiman dan Rohmi Firin dihilangkan dari simulasi, pasangan Zul-Suhaili tetap menunjukkan tingkat keterpilihan tertinggi pada Juli 2024 dengan selisih 29,1 persen dibandingkan pasangan Iqbal-Dinda.
OMI Institut mengindikasikan bahwa pemilih Gita Sukiman dan Rohmi Firin tersebar antara kedua pasangan calon, dengan sebagian besar berpindah ke pasangan Zul-Suhaili.
Direktur Eksekutif MY Institut, Miftahul Arzaki S.Ikom MA, mengonfirmasi bahwa hasil survei yang beredar di media sosial memang benar, meskipun rilis resmi dari OMI Institut belum dilakukan. “Hasil survei OMI benar, namun rincian lebih lanjut akan dirilis dalam waktu dekat setelah kami memastikan apakah Rohmi Firin akan menjadi kontestan Pilgub NTB atau tidak,” ujarnya pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Fenomena Bandwagon Effect dalam Pilkada NTB
Pengamat Kebijakan Publik NTB, Ir Lalu Muh Kabul MAP, mencermati fenomena bandwagon effect dalam Pilkada NTB 2024. Dia menjelaskan bahwa “bandwagon effect” adalah kecenderungan pemilih untuk memilih kandidat yang memiliki elektabilitas tinggi berdasarkan hasil survei.
Menurut Kabul, pemilih seringkali memilih kandidat dengan elektabilitas tinggi karena mereka ingin menjadi bagian dari mayoritas. “Pemilih cenderung memilih kandidat yang memiliki keterpilihan tinggi berdasarkan survei karena mereka ingin mengikuti tren yang ada,” tegas Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Pedesaan ini.
Kabul menguraikan bahwa fenomena bandwagon effect akan terlihat dalam dua tahapan pemilihan. Pertama, sebelum pemilihan berlangsung, yaitu saat kandidat mencari dukungan partai politik untuk memenuhi ambang batas pencalonan. Dalam konteks ini, partai politik atau koalisi cenderung mendukung kandidat dengan elektabilitas tinggi.
Kedua, selama pemilihan berlangsung, dari penetapan pasangan kandidat pada 27 September 2024 hingga pemungutan suara pada 27 November 2024. Pada tahapan ini, skenario bandwagon effect menunjukkan bahwa seharusnya terjadi head-to-head antara pasangan Zul-Uhel dan Rohmi-Firin, karena keduanya memiliki elektabilitas tinggi.
Namun, dalam dinamika politik yang ada, terjadi anomali di mana pasangan Iqbal-Dinda, yang tidak banyak diunggulkan dalam survei, berpeluang head-to-head dengan pasangan Zul-Uhel, pungkas Kabul.